Kamis, 02 April 2009

Pembangkit Listrik Tenaga Surya

1. PENDAHULUAN

Kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas. .

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja : bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan. Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya atau kami singkat dengan PLTS maka dalam tulisan ini akan dijelaskan secara singkat komponen-komponen yang membentuk PLTS, sistim kelistrikan tenaga surya dan trend teknologi yang ada.

2. KONSEP KERJA SISTEM PLTS

Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan.

Badingkan dengan sebuah generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita.

Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari.

Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu.

Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri.

Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal.

sry1.jpg

Contoh PLTS Aplikasi Mandiri

2.1. PHOTOVOLTAICCara kerja sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan menggunakan Grid-Connected panel sel surya Photovoltaic untuk perumahan : .
Modul sel surya Photovoltaic merubah energi surya menjadi arus listrik DC.
Arus listrik DC yang dihasilkan ini akan dialirkan melalui suatu inverter (pengatur tenaga) yang merubahnya menjadi arus listrik AC, dan juga dengan otomatis akan mengatur seluruh sistem. Listrik AC akan didistribusikan melalui suatu panel distribusi indoor yang akan mengalirkan listrik sesuai yang dibutuhkan peralatan listrik. Besar dan biaya konsumsi listrik yang dipakai di rumah akan diukur oleh suatu Watt-Hour Meters.

Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi.

Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan.

Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.

sry2.jpg

Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-konduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik.
Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik.

sry3.jpg Fabrikasi Photovoltaic

2.2. Pemasangan PLTS

sry4.jpg

Gb.1. PLTS di Rancho Seco

PV adalah singkatan dari Photo Voltaic

PLTS di Hedge Substation

sry5.jpg

PLTS di Mongol 2.2.1. Pemasangan PLTS di Tempat Umum

Selain di tempat-tempat yang pemasangannya terpusat seperti di dua tempat diatas ada ada juga sistem PLTS yang dipasang di tempat-tempat umum seperti gambar dibawah ini. Selain itu ada juga pemasangan di parkir bandara dan lain sebagainya.

sry6.jpg

Gb.3. Sistem PLTS di parkir umum

sry7.jpg

Gb.4. Sistem PLTS di Parkir (sumber : SMUD)

3. KOMPONEN – KOMPONEN DARI PLTS3.

1. Solar ModuleDalam bagian ini akan dijelaskan secara singkat komponen utama PLTS yaitu solar module. Setelah menjelaskannya, maka dilanjutkan dengan trend kedepan teknologi yang berkaitan dengan solar module.

3.2 Apa itu solar cell?

Sebelum membahas sistim pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai.Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module. Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini.Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan.Untuk lebih jelasnya, hirarki module dapat dilihat pada Gb. 3.1. Hirarki module (cell-module-array)

sry8.jpg

3.3 Teknologi Module

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa trend berhubungan dengan teknologi module.

3.3.1. Building-integrated module

Selain dari pencarian bahan-bahan baru untuk meningkatkan efisiensi module yang nantinya akan meningkatkan tenaga listrik dengan luas yang sama, maka trend sekarang adalah memberikan nilai tambah module itu dengan menjadikan module sebagai bagian dari bangunan yang menambah keindahan bangunan tersebut dan menambah kenyamanan orang-orang yang tinggal di dalamnya.Disamping akan mengurangi biaya karena tidak diperlukan lagi biaya untuk pemasangan atap. Dari segi module sebagai komponen pembangkit listrik tidak ada perubahan dalam performansi yang dituntut. Tetapi dari segi module sebagai bahan bangunan maka diperlukan syarat-syarat tambahan, seperti syarat kekuatan, daya tahan terhadap hujan, angin, petir dan gangguan luar lainnya. Selain itu bagi para arsitektur syarat keindahan arsitektur juga diperlukan. Gambar di bawah ini memperlihatkan contoh module yang dipakai juga sebagai bahan atap bangunan. sry9.jpgsry10.jpgGb. 3.2. Housing roof-integrated module (sumber : JPEA)

3.3.2. AC module

Seperti yang telah diterangkan diatas module adalah komponen yang merubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan adalah DC. Untuk dapat dimanfaatkan lebih banyak lagi biasanya listrik DC ini dirubah menjadi AC. Untuk diubah maka listrik DC dari beberapa module digabungkan dan dikonversikan menjadi AC dengan alat yang disebut power conditioner. Karena menggabungkan listrik dari beberapa module maka sistim pengkabelannnya menjadi rumit dan kapasitas yang dibutuhkan dari power conditionernya pun menjadi besar.Untuk mengatasi persoalan ini, maka sekarang dikembangkan apa yang disebut AC module. Yaitu module yang langsung menghasilkan listrik AC. Secara prinsip tidak ada perubahaan yang terjadi, tetapi secara teknologi diperlukan power conditioner berskala kecil yang dapat dipasang di belakang module.Contoh power conditioner yang sekarang banyak dipasarkan .

sry11.jpgGb. 3.3. Power Conditioner JH40EK

Gb. 3.3. adalah produk dari Sharp yang dapat dihubungkan dengan 8~9 lembar module. Berat dari alat ini adalah sebesar 25 kg.Dua trend diatas adalah lebih pada pemberian nilai tambah module agar pemanfaatannya lebih luas lagi. Disamping dua hal tadi untuk mendukung perkembangan agar makin memasyarakatnya Pembangkit listrik tenaga surya maka dicari metode-metode baru untuk menurunkan biaya per watt listrik yang dihasilkan.

Gb. 3.4. Contoh biaya produksi (sumber : PVTEC) sry12.jpg

Seperti terlihat dalam Gb. 3.4. bahwa biaya material tidak megalami penurunan yang berarti walaupun jumlah produksinya makin bertambah. 3.4. Macam-macam Komponen Modul Surya3.4.1. Macam-macam ModulMacam – macam Modul ini ada beberapa, diantaranya ada yang dipasang secara Individual ataupun secara umum.

Dipasang secara individual (Desentralisasi= Satu rumah satu paket pembangkit). Karenanya cocok untuk program listrik rumah pedesaan (terpencil), dimana rumah satu dengan lainnya berjauhan (akan sangat mahal jika listrik disalurkan melalui jaringan kabel).





sry13.jpg

Ekonomis: 2 modul 5 lampu

Sedikit Pemeliharaan: 1 modul 3 lampu

Sedikit Pemeliharaan: 2 modul 5 lampu

Manfaat:
- Tidak memerlukan bahan bakar minyak (BBM), hanya menggunakan sinar matahari yang gratis, sehingga dapat dimanfaatkan didaerah terpencil.
- Dipasang secara individual (satu rumah satu system) sehingga jika rumah berjauhan sekalipun tidak memerlukan jaringan kabel distribusi, dan gangguan pada satu system tidak mengganggu system lainnya.

Berikut salah satu jenis modul yang sudah ada dipasaran sry14.jpg Penggunaan:
Catu daya Telekomunikasi, telemetry, system instrumentasi & signals, lampu bidan desa/camping light dll. .
3.4.2. CONTROLLERController/Charge Regulator adalah alat elektronik pada system Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Berfungsi mengatur lalu lintas listrik dari modul surya ke battery/accu (apabila battery/accu sdh penuh maka listrik dari modul surya tidak akan dimasukkan ke battery/accu dan sebaliknya), dan dari battery/accu ke beban (apabila listrik dalam battery/accu tinggal 20-30%, maka listrik ke beban otomatis dimatikan.

sry15.jpg

Versi standard umumnya dilengkapi dengan fungsi-fungsi untuk melindungi battery/accu

dengan proteksi-proteksi berikut: .

a. LVD, Low voltage disconnect, apabila tegangan dalam battery rendah, ~11.2 V, maka untuk sementara beban tidak dapat dinyalakan. Apabila tegangan battery sudah melewati 12V, setelah di charge oleh modul surya, maka beban akan otomatis dapat dinyalakan lagi (reconnect). .
b. HVD, High Voltage disconnect, memutus listrik dari modul surya jika battery/accu sudah penuh. Listrik dari modul surya akan dimasukkan kembali ke battery jika voltage battery kembali turun. .
c. Short circuit protection, menggunakan electronic fuse(sikring) sehingga tidak memerlukan fuse pengganti. Berfungsi untuk melindungi system PLTS apabila terjadi arus hubung singkat baik di modul surya maupun pada beban. Apabila terjadi short circuit maka jalur ke beban akan dimatikan sementara, dalam beberapa detik akan otomatis menyambung kembali.
d. Reverse Polarity, melindungi dari kesalahan pemasangan kutub (+) atau (-).
e. Reverse Current, melindungi agar listrik dari battery/accu tidak mengalir ke modul surya pada malam hari. .
f. PV Voltage Spike, melindungi tegangan tinggi dari modul pada saat battery tidak disambungkan ke controller. .
g. Lightning Protection, melindungi terhadap sambaran petir (s/d 20,000 volt).

4. SISTIM KELISTRIKAN PLTS

Dalam bagian ini akan dibahas tentang sistim kelistrikan tenaga surya. Sebelumnya akan dijelaskan beberapa istilah yang muncul disini. Pertama adalah power conditioner. Power conditioner telah dijelaskan secara sangat singkat diatas, disini akan diterangkan sedikit lebih detail.Inti dari alat ini adalah inverter. Yaitu komponen listrik yang berfungsi sebagai perubah listrik DC menjadi listrik AC. Power conditioner selain berfungsi untuk menghasilkan listrik AC yang bersih juga mengkontrol agar tegangan keluarannya berada dalam batas tegangan yang diperbolehkan. Beberapa fungsi lain power conditioner dapat disimpulkan sebagai berikut :“sebagai switch yang mengontrol dimulainya dan dihentikannya kerja sistim.”

4.4.1. Mendeteksi islandingIslanding adalah kondisi ketika terjadi pemutusan aliran listrik pada jaringan distribusi yang dimiliki oleh perusahaan listrik sedangkan PLTS tetap bekerja. Hal ini terjadi misalnya apabila timbul kerusakan pada jaringan distribusi listrik. Bila ini terjadi akan membahayakan pekerja yang akan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada. Disini power conditioner berfungsi untuk mendeteksi terjadinya islanding dan dengan segera menghentikan kerja PLTS.

4.4.2. Pengontrol maksimum tenaga listrik

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh solar panel tergantung pada suhu udara dan kuatnya cahaya. Pada suatu nilai suhu dan kuatnya cahaya, hubungan antara tenaga, tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh solar panel.Disini fungsi dari power conditioner adalah bagaimana mengontrol agar tenaga listrik yang diproduksi menjadi maksimum. Hal ini disebut dengan istilah MPPT (Maximum Power Point Tracking).

5. Pembagian sistem PLTS Secara garis besar sistim kelistrikan tenaga surya dapat dibagi menjadi :

5.1.Sistim Terintegrasi

Sistim ini dapat diterangkan secara visual pada Gb.3.5. Seperti terlihat pada gambar ini, listrik yang dihasilkan oleh array dirubah menjadi listrik AC melalui power conditioner, lalu dialirkan ke AC load. AC load disini dapat berupa listrik yang diperlukan di perumahan atau kantor. Yang menjadi ciri utama dari sistim ini adalah dihubungkannya AC load ke jaringan distribusi listrik yang dimiliki oleh perusahaan listrik. Jadi apabila listrik yang dihasilkan oleh solar panel cukup banyak -melebihi yang dibutuhkan oleh AC load- maka listrik tersebut dapat dialirkan ke jaringan distribusi yang ada. Sebaliknya apabila listrik yang dihasilkan solar panel sedikit –kurang dari kebutuhan ac load- maka kekurangan itu dapat diambil dari listrik yang dihasilkan perusahaan listrik. Hal ini di banyak negara-negara industri maju secara peraturan telah memungkinkan. sry18.jpg

Gb. 3.6 Contoh Sistim di Rumah (sumber : Sharp Co.Ltd)Keterangan :

1. adalah solar panel; 2 adalah power conditioner ;3 adalah alat pendistribusi listrik ;4 adalah alat pengukur banyaknya listrik yang dijual atau dibeli.

Keuntungan dari sistim ini adalah tidak diperlukan lagi battery. Biaya battery dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar panel, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik. Persoalan yang dihadapi sekarang adalah soal teknis. Karena terhubungi dengan sistim distribusi, maka masalah keselamatan menjadi perhatian yang utama.Dan salah satu dari pemecahannya adalah membuat power conditioner yang mampu mendeteksi apabila terjadi kecelakaan dan mampu mengkontrol tegangan apabila terjadi perubahan tegangan di AC load dan beberapa soal teknis yang lain.

5.2. Sistim Independensi

Selain sistim terintegrasi yang diterangkan diatas terdapat pula sistim independensi yang merupakan sistim yang selama ini banyak dipakai. Seperti terlihat dalam gambar di bawah ini sistim independensi dapat dibagi lagi yaitu yang dihubungkan dengan DC load dan yang dihubungkan dengan AC load.

Contoh dari sistim yang dihubungkan dengan dc load adalah pembangkit listrik untuk peralatan komunikasi. Misalnya peralatan komunikasi yang dipasang di pegunungan. Sedangkan yang dihubungakan dengan AC load adalah sistim pembangkit listrik untuk pulau-pulau yang terpencil.Dalam sistim ini, battery memainkan peranan yang sangat vital. Bila ada kelebihan listrik yang dihasilkan, misalnya pada siang hari, listrik ini disimpan di battery. Dan pada malam hari listrik yang disimpan ini dialirkan ke load.

Sistim seperti ini banyak dipakai di negara-negara berkembang seperti contoh pada Gb. 3.8., Gb. 3.8 adalah sebuah contoh proyek di Mongol. Yaitu proyek pemasangan pembangkit listrik untuk keperluan rumah sakit dan lampu penerangan. Dalam gambar ini terlihat PLTS dikombinasikan dengan pembangkit listrik tenaga angin. Kapasitas terpasang PLTS adalah 3.4 kW sedangkan dari tenaga angin 1.8 kW

sry19.jpgsry5.jpgGb. 3.8

5.3. PLTS dilihat dari Perspektif Gender
Target Konsumen PLTS: Masyarakat didaerah yang belum Dilayani Listrik PLN. Umumnya rumah terpencil, pendapatan rendah, kondisi infrastruktur minim, penerangan dengan Lampu minyak tanah.
Target dari PLTS :

  • Meningkatkan Kualitas hidup masyarakat:
  • Memberikan penerangan (lampu), dg kualitas lebih baik, sehingga jam belajar dan beraktifitas lebih panjang;
  • Membukakan akses pada informasi (radio, TV, internet);
  • Memberikan akses pada sumber air minum dan pertanian (surya untuk pompa air);
  • Menciptakan bisnis baru didesa (jadi distributor/service center yang mampu dilakukan oleh Koperasi Wanita/Nelayan/Tani/Desa), LSM;
  • Menciptakan Lapangan Kerja di desa (penjualan dan service center memerlukan banyak tenaga lokal);
  • Menciptakan Tenaga Teknisi di desa.

6. Penutup

Di atas telah dijelaskan secara singkat pembangkit listrik tenaga surya. Yang diawali dengan penjelasan konsekomponen-kompp kerja PLTS dan komponen-komponen yang mendukung dihasilkannya tenaga listrik. Kemudian dijelaskan juga sistim kelistrikan tenaga surya. Dan terakhir target yang dapat dicapai dengan adanya PLTS. Selain dari BIPV yaitu module yang dipasang di perumahan atau bangunan-bangunan, sekarang juga telah dibahas kemungkinan pemasangan PLTS berkapasitas sangat besar di satu wilayah tertentu. Hal ini dimungkinkan misalnya pemasangan di negara-negara yang memiliki padang pasir.

Selain itu yang menarik adalah beberapa hasil karya pemanfaatan tenaga listrik dari cahaya matahari di negara-negara berkembang seperti India, Mongol, negara-negara Eropa timur. Seperti hasil karya dari Mongol tentang pemasangan PLTS bersekala kecil di rumah-rumah suku-suku yang tinggal di padang rumput yang jauh dari jaringan listrik utama.

Pendugaan Besar Erosi Tanah

Umiyati Lestari 

1. Pengertian erosi tanah

Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es bergerak atau angin (tejoyuwono notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G. kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Pemindahan atau pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami berupa air dan angina. Misalnya erosi di daerah beriklim basah, factor yang berperan penting adalah air sedangkan angina tidak berarti.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay asdak, 1995: 441).

Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D. meyer, yaitu menjelaskan bahwa erosi akan meliputi proses-proses:

  1. detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah

  2. transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah

  3. deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan (dalam G. kartasapoetra, dkk, 1991: 41)

2. bentuk-bentuk erosi

G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal erosion (erosi geologi) dan accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua macam erosi tersebut erosi dipercepat yang perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra (2000), Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van zuidam (1978), erosi yang terjadi dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Erosi dapat dibedakan menjadi:

a. erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh tetesan hujan pada awal kejadian hujan.

b. erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir tanah merata pada seluruh permukaan tanah.

c. erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan permukaan, aliran air akan membentuk alur-alur dangkal memanjang pada permukaan tanah (kedalaman <50>

d. erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang telah berkembang membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman 50 – 300 cm) atau telah berkembang menjadi jurang (ravine) (kedalaman > 300 cm).

e. erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel erosion); umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai yang stabil.

3. factor yang mempengaruhi erosi

pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif berikut:

E= f (i, r, v, t, m)

Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah vegetasi, t adalah tanah dan m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72).

a. iklim

di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Table 1. klasifikasi intensitas hujan kohnke dan Bertrand

Intensitas hujan (mm/jam)

Klasifikasi

<6,25>

6,25 – 12,50

12,50 – 50,00

>50,00

Rendah (gerimis)

Sedang

Lebat

Sangat lebat

Sumber: sitanala arsyad, 1989: 73

Klasifikasi intensitas hujan dapat juga dinyatakan dengan cara sebagai berikut:

Table 2. klasifikasi intensitas hujan

Intensitas hujan (mm/jam)

Klasifikasi

0 – 5

5 -10

11 – 25

26 – 50

51 – 75

>75

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Agak tinggi

Tinggi

Sangat tinggi

Sumber: sitanala arsyad, 1989: 73

Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan tersebut, karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut daya erosi atau erosivitas hujan.

b. topografi

kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45 o .

c. vegetasi

pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah (1) melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan kecepatan air larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995: 452).

d. tanah

tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan (sitanala arsyad, 1989: 96).

1) tekstur tanah

tekstur tanah adalah perbandingan relative tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi debu, lempung dan pasir (isa darmawijaya, 1990: 104).

2) struktur tanah

struktur tanah adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah (chay asdak, 1995: 451).

3) bahan organic

bahan organic adalah bagian tanaman yang mati, jasad hidup yang mati serta humus. Unsure organic cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air dan kesuburan tanah. Kumpulan unsure organic di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian dengan demikian, menurunkan potensi terjadinya erosi (chay asdak, 1995: 451).

4) permeabilitas tanah

permeabilitas tanah adalah sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat cair di dalam tanah melalui suatu media berpori-pori makro maupun mikro baik daerah vertical maupun horizontal.

e. manusia

manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan entensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39).

4. pendugaan / prakiraan erosi

suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric. Persamaan usle adalah sebagai berikut:

A = R K LS C P

A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun.

R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30).

K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.

LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan p[anjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik. Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik danpa tanaman.

P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan ynag identik.

a. erosivitas hujan (R)

erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah.

Factor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30). Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun merupakan erosivitas hujan tahunan.

Pada metode usle prakiraan besarnya erosivitas hujan dalam kurun waktu tahunan. Dalam penelitian ini menggunakan persamaan bols (1978) yang diperoleh dari penelitian data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakaran hujan di pulau jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun.

EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53

R = curah hujan rata-rata tahunan (cm)

D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari)

M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) (chay asdak, 1995: 457).

b. erodibilitas tanah (K)

factor erodibilitas tanah menunjukan resisten partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetic air hujan. Meskipun resistensi tersebut di atas akan bergantung pada topografi, kemiringan lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga dibentuk oleh karakteristik tanah seperti; tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan organic (chay asdak, 1995: 459).

Untuk mengetahui besarnya factor erodibilitas (K) dapat juga digunakan table erodibilitas berdasarkan jenis tanah dan bahan induk penyusunnya yang ditetapkan oleh pusat penelitian tanah, bogor (chay asdak, 2002: 364). Berikut ini adalah angka erodibilitas menurut jenis tanah dan bahan induk penyusunnya.

Untuk mengetahui erodibilitas tanah menggunakan table erodibilitas berdasarkan pada jenis tanah yang ada di lapangan. Table erodibilitas berdasarkan jenis tanah sebagai berikut:

Table 3. perkiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air jatiluhur, jawa barat (lembaga ekologi, 1979)

Jenis klasifikasi tanah

Nilai K rata-rata

Latosol merah

Latosol merah kuning

Latosol cokelat

Latosol

Regosol

Regosol

Regosol

Gley humic

Gley humic

Gley humic

Lithosol

Grumosol

Hydromorf abu-abu

0,12

0,26

0,23

0,31

0,12 – 0,16

0,29

0,31

0,13

0,26

0,20

0,29

0,21

0,20

Sumber: chay asdak, 2002: 365

c. kelerengan (Ls)

factor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sediment. Dalam praktisnya L dan S dihitung sekaligus berupa factor Ls.

Tanah yang mempunyai topografi datar memiliki laju aliran permukaan yang kecil apabila dibandingkan dengan tanah yang mempunyai topografi yang berombak. Kecepatan aliran permukaan tanah yang memiliki kemiringan besar seta tidak tertutup tanah akan semakin cepat dengan daya kikis serta daya penghanyutan yang besar.

Besarnya nilai Ls dapat diperoleh dengan menggunakan table dari goldman (lampiran 2). Besarnya nilai Ls pada table didasarkan pada keadaan panjang dan gradient kemiringan lereng di lapangan (chay asdak, 2002: 371).

d. pengelolaan tanaman (C)

factor C menunjukan keseluruhan pengaruh dengan vegetasi seresah, keadaan permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya besar angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.

Secara umum factor C dalam persamaan usle untuk menunjukkan keseluruhan pengaruh lahan terhadap terjadinya erosi. Seperti ditunjukkan pada lampiran 3, menunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari hasil penelitian pusat penelitian tanah bogor di beberapa daerah di jawa.

e. pengelolaan dan konservasi tanah (P)

pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman. Factor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tanah tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi. Pada lahan pertanian, besar harga factor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan lahan. Nerdasarkan penelitian di pulau jawa besarnya factor P yang telah berhasil ditentukan seperti pada lampiran 4.

Setelah diketahui besar erosi dengan mengunakan persamaan usle tersebut kemudian diklasifikasikan seperti table di bawah ini:

Table 4. klasifikasi tingkat erosi permukaan

kelas

Jumlah erosi permukaan (ton/ha/th)

keterangan

I

II

III

IV

V

<15>

>15 - <60>

>60 - <180>

>180 - <480>

>480

Sangat ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat berat

Sumber: departemen kehutanan (1998)

Untuk klasifikasi tingkat erosi permukaan dengan menggunakan SIG yaitu dengan memasukkan nilai harkat lima peubah utama dalam SIG kemudian dilakukan analisis sehingga didapat klasifikasinya.

Konsep Gelombang Elekromagnetik Sebagai Dasar Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu tentang perolehan informasi permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan obyeknya. Hal ini dilakukan dengan cara perabaan atau perekaman energi yang dipantulkan atau dipancarkan, memproses, menganalisa dan menerapkan informasi tersebut.

Beberapa hal penting dalam penginderaan jauh yaitu :

  1. Sumber energi yang merupakan hal utama yang diperlukan dalam penginderaan jauh sebagai penyedia enegi yang dipancarkan.
  2. Radiasi dan atmosfer, Sebagai perjalanan energi dari sumber ke target.
  3. Interaksi energi dengan Target
  4. Perekaman energi oleh sensor
  5. Transmisi energi dari sumber ke sensor
  6. Interpretasi dan analisis data hasil perekaman
  7. Aplikasi

Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh. Dengan dasar konsep tersebut penginderaan jauh berkembang dalam bentuk pemrotretan muka bumi melalui wahana pesawat terbang yang menghasilkan foto udara dan bentuk penginderaan jauh berteknologi satelit yang mendasarkan pada konsep gelombang elektomagnetis. Dalam perkembangannya saat ini, dengan adanya teknologi satelit berresolusi tinggi, pengenalan sifat fisik dan bentuk obyek dipermukaan bumi secara individual juga dapat dilakukan.

Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh berteknologi satelit adalah suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/berkas cahaya yang berasal dari sinar matahari dan benda/obyek di permukaan bumi. Pantulan sinar matahari dari benda/obyek di permukaan bumi ditangkap oleh kamera/sensor, tiap benda/obyek memberikan nilai pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya. Pada pemotretan udara rekaman dilakukan dengan media seluloid/film, sedangkan penginderaan jauh melalui media pita magnetik dalam bentuk sinyal-sinyal digital. Dalam perkembangannya batasan tersebut menjadi tidak jelas karena rekaman potret udarapun seringkali dilakukan dalam bentuk digital pula.

Dalam penginderaan jauh sinar matahari dijadikan sumber energi yang dimanfaatkan dalam “pemotretan” muka bumi. Sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali ke angkasa, besarnya nilai pantul ditangkap/direkam oleh kamera/scanner/alat perekam lain dalam bentuk sinyal energi. Benda – benda di permukaan bumi yang berbeda sifatnya akan memantulkan nilai (prosentase) pantulan yang berbeda dan direkam dalam bentuk sinyal analog (potret) dan sinyal digital (angka) yang selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk gambar (citra). Perbedaan nilai pantul ini yang antara lain digunakan untuk membedakan satu benda dengan benda lain pada foto udara atau citra satelit.

Uraian dari paragraf diatas menjelaskan bagaimana proses penginderaan jauh tersebut secara umum. Suatu obyek dapat terrekam pada sebuah citra dikarenakan adanya ”penghantar informasi” yang berasal dari sumber energi ke sensor penerima. ”Penghantar informasi” ini adalah sinar matahari yang pada dasarnya adalah gelombang elektromagnetik.

Panjang Gelombang dan Frekuensi

Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari bidang elektris (E) dan bidang magnetik (M). Bidang elektris memiliki variasi magnitude searah dengan arah datangnya radiasi. Dua hal tersebut bergerak dalam kecepatan cahaya. Karakteristik lain yang sangat penting dalam penginderaan jauh adalah pemahaman tentang panjang gelombag (wave length ) dan frekuensi. Panjang gelombang ( L ) adalah panjang dari satu putaran gelombang yang dapat dihitung antara puncak gelombang satu ke puncak gelombang berikutnya. Panjang gelombang diukur denga satuan meter (m) dengan beberapa turunannya yaitu n anometres (nm, 10 -9 metres), micrometres ( µ m, 10 -6 metres) or centimetres (cm, 10 -2 metres). Frekuensi adalah jumlah gelombang dalam satu satuan waktu. Frekuensi diukur dalam satuan hertz (Hz) yang sama dengan jumlah putaran per detik.

Kaitan panjang gelombang dan frekuensi dituliskan dalam formula berikut :

c = L v

c = kecepatan cahaya (3 x 10 6 m/s)

L = panjang gelombang (m)

v = frekuensi ( Hz)

Panjang gelombang dan frekuensi menjadi dasar pertimbangan pemilihan saluran elektromagnetik dalam penginderaan jauh. Sifat dari gelombang elektromagnetik secara umum adalah sebagai berikut :

1. Semakin panjang suatu gelombang daya tembusnya terhadap obyek semakin besar.

Suara radio dapat didengar dari ruangan lain, tetapi mungkin tidak terlihat dari ruangan lain tersebut. Hal ini dikarenakan gelombang suara dapat menembus obyek pemisah ruangan, sedangkan sinar sebagai penghantar informasi obyek ke mata, tidak dapat menembus obyek tersebut. Gelombang suara miliki panjang gelombang yang lebih panjang dari pada gelombang sinar. Untuk lebih jelas, silakan baca pada sub bab berikutnya ( Spektrum Gelombang Elektromagnetik yang digunakan Penginderaan Jauh).

Panjang gelombang pendek semakin peka terhadap hamburan atmosferik ( rayleigh , mie , serta partikel debu). Oleh karena itu, maka penginderaan jauh yang melakukan pemantauan atmosfer sepert NOAA, AVHRR, dan satelit cuaca lainnya banyak menggunakan spektrum gelombang pendek. Dengan spektrum ini sebaran hamburan atmosferik dapat dianalisis dengan baik.

2. Semakin panjang suatu gelombang, suhu laten semakin rendah

Secara mudah hal ini dapat dilihat pada kompor di dapur yang menyala. Api kompor yang berwarna biru memiliki panas yang lebih tinggi dibandingkan api kompor yang warnanya merah. Contoh lain adalah api pada ujung las. Las tidak dapat digunakan untuk menyambung besi pada saat api masih berwarna merah. Suhu api las perlu di tinggikan dengan membuka kran tekanan. Pada saat kran dibuka, warna api berangsur akan berubah dari merah ke kuning, hijau, biru hingga suatu saat api tersebut tidak nampak karena mencapai panjang gelombang sedikit dibawah batas kemampuan mata (0,4 µ m) .

Dalam penginderaan jauh hal ini digunakan untuk perabaan panas seperti kebakaran hutan, pemantauan kebocoran pipa bawah permukaan, sebaran pencemaran pada air laut, pusat panas bumi, sumber erupsi, dan lain-lain. Saluran 6 dari satelit Landsat TM adalah contoh citra satelit yang menggunakan panjang gelombang thermal.

Spektrum Gelombang Elektromagnetik yang digunakan Penginderaan Jauh

Gelombang elektromagnetik memiliki spektrum yang sangat luas. Hanya sebagian kecil dari spektrum gelombang elektromagnetik yang berupa berkas cahaya dapat dilihat oleh mata manusia, yaitu yang dikenal sebagai gelombang tampak ( visible spectrum ). Spektrum yang dapat dilihat oleh mata manusia ini terrentang dari 0,4 µm hingga 0,7 µm yang dapat dilihat pada warna pelangi. Spektrum tampak ini yang digunakan pada penginderaan jauh foto udara. Rentangan dari spektrum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Rentang Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Sumber gambar : CCRS, 11)

Dari masing-masing gambar terdapat tiga diagram batang. Batang paling kiri menggambarkan rentang spektrum keseluruhan. Pada diagram tersebut tergambar rentangan spektral terbentang dari gelombang pendek yang berupa sinar Gamma, hingga gelombang panjang yang berupa gelombang radio. Spektrum gelombang pendek dari sinar Gamma, sinar X, dan Ultra Violet banyak digunakan pada bidang kesehatan. Penginderaan jauh pada umumnya menggunakan spektrum tampak hingga spektum infra merah. Foto udara menggunakan gelombang elektromagnetik pada spektrum tampak ini. Perluasan dari spektrum tampak tersebut adalah spektrum infra merah yang digunakan pada berbagai satelit sumber daya seperti Landsat, SPOT, Ikonos, dan Quick Bird.

Dalam aplikasi di lapangan, penginderaan jauh dimanfaatkan untuk membantu analisis morfologi lahan, sumberdaya bawah permukaan, serta militer. Pada sistem penginderaan ini digunakan spektrum gelombang yang lebih panjang. Spekrum ini adalah spektrum gelombang mikro (Micro wave) atau sering disebut dengan gelombang radar. Spektrum ini dapat ”melihat” obyek dibawah permukaan, yang jauhnya ditentukan oleh panjang gelombang itu sendiri.

Pemanfaatan data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pengembangan Sistem Informasi Lingkungan

Eko Budiyanto

Abstrak : Data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis dapat dipadukan untuk membangun sebuah sistem informasi spasial yang bermanfaat. Data penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi terkoreksi geometrik dapat memberikan informasi spasial yang akurat. Data atribut dibangun melalui sistem informasi geografis dan selanjutnya dikaitkan dengan melalui suatu pemrogramman spasial berbasis Avenue Arcview GIS. Hasil dari pemaduan data penginderaan jauh dan SIG ini adalah sistem informasi spasial seperti sistem informasi lingkungan.

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan informasi. Informasi yang diperlukan tersebut berupa informasi yang sederhana hingga informasi yang rumit dengan segala bentuk simbolisasinya. Dengan berbekal pada informasi tersebut manusia mengambil keputusan untuk melakukan berbagai aktifitasnya. Terkait dengan lingkungan tempat tinggalnya, manusia memerlukan berbagai informasi yang berkaitan dengan lingkungannya tersebut. Keutuhan dan kelengkapan informasi tentang lingkungan tersebut mempengaruhi tingkat pengenalan serta pemahaman terhadap lingkungan itu sendiri.

Selain keutuhan dan kelengkapan informasi, pada saat ini kecepatan dalam perolehan perolehan informasi sangat diperlukan. Banyaknya aktifitas yang ingin dicapai mendorong manusia mencari berbagai cara untuk mendapatkan informasi dengan cepat, mudah, dan seakurat mungkin.

Geografi dengan teknologi penginderaan jauh dan SIG sangat memungkinkan untuk membentuk sebuah sistem yang berfungsi membantu perolehan informasi lingkungan secara cepat, mudah dan akurat. Data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai sumber informasi spasial dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi. SIG memungkinkan dikembangkan menjadi sistem informasi terapan dengan berbagai fasilitas analisis dan teknik pemrogramman di dalamnya.

Data Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh adalah suatu teknik perolehan dan analisis data muka bumi tanpa melalui interaksi langsung (Lillesand, Kieffer. 2005: 102). Penginderaan jauh telah berkembang dengan berbagai pengkhususan perolehan data seperti foto udara ( Aerial borne system ), citra satelit ( Sattelite Sensing ), ataupun radar. Data citra hasil perekaman penginderaan jauh memberikan gambaran yang komprehensif tentang berbagai fenomena yang terjadi dimuka bumi. Kemampuannya dalam perekaman secara multi temporal, multi spektral, dan multi spasial memberikan banyak kemudahan dan ketelitian dalam pengkajian fenomena tersebut (Short, 2006: 5)

Data penginderaan jauh memberikan gambaran yang jelas tentang muka bumi. Fenomena yang ada pada muka bumi terrekam seperti apa adanya, dengan distorsi yang sangat kecil. Dengan kemampuannya merekam dengan berbasis pada panjang gelombang pendek (sekitar 0.3 µm – 0.4 µm) hingga gelombang panjang (sekitar 1 m) memungkinkan menjelaskan berbagai fenomena yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Dengan kemampuannya ini, data penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan pembangunan seperti zonasi lahan kritis, analisis banjir, analisis kerapatan hutan, penilaian sumber daya, dan lain-lain.

A SPOT-1 Panchromatic image (10 m resolution) of the airport and a part of Orlando, Florida and surrounding countryside.

Gambar 1. Data Citra Satelit SPOT Pankromatik (http:// rst.gsfc.nasa.gov/ Intro/ Part2_22.html)

Perkembangan teknologi penginderaan jauh telah secara signifikan meningkatkan kemampuan perekaman data. Berikut adalah resolusi spasial dari beberapa satelit yang dapat digunakan untuk perolehan informasi secara detil:

No

Satelit

Resolusi Spasial

1

QuickBird

0.61 meter

2

IKONOS

0.82 meter

3

SPOT-5

2.5 / 5 / 10 meter

4

Landsat 7 +ETM

14.25 / 28.5 meter

5

ASTER

15 / 30 meter

Tabel 1. Daftar Resolusi Spasial Satelit Sumber Daya (Satellite Imaging Corp, 2007)

Dengan resolusi spasial yang tinggi, penggunaan data citra satelit untuk perolehan informasi dengan tingkat kedetilan yang tinggi menjadi sangat memungkinkan. Penggunaan citra satelit memberikan cakupan wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan data foto udara. Data foto udara digital dengan cakupan yang lebih sempit tetapi memberikan resolusi spasial yang lebih tinggi dibandingkan citra satelit di atas.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

a. Sistem Informasi Geografis Sebagai Media Penggambaran Dunia Nyata

Dunia nyata ( real world ) adalah segala sesuatu yang terdapat di alam. Dunia nyata memiliki kompleksitas baik dari ukuran, jenis, dan waktu peristiwa. Kenyataan di lapangan berasal dari segala sesuatu yang berukuran atomik hingga masalah benua atau yang lebih luas lagi, dari peristiwa yang terjadi ribuan tahun yang lalu hingga detik ini, dari masalah perubahan bentuk molekular hingga interaksi sosial. Kompleksitas ini mengakibatkan sulitnya manusia menggambarkan dunia nyata tersebut.

Penggambaran dunia nyata yang dilakukan merupakan sebuah peristiwa penyederhanaan, klasifikasi, dan simbolisasi sesuai dengan interpretasi masing-masing individu tersebut. Seluruh fenomena dunia nyata ini tidaklah mungkin sekaligus digambarkan secara lengkap, detil, dan sempurna. Penggambaran yang dilakukan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan masing-masing individu atas dunia nyata sebagai lingkungannya.

Kompleksitas dunia nyata ini merupakan sesuatu kenyataan yang dimaklumi. Namun disisi lain manusia tetap memerlukan penggambaran dan pendekatan-pendekatan terhadap dunia nyata ini sejalan dengan kebutuhannya. Manusia berusaha mengenali lingkungannya dari masalah yang detil sampai yang lebih besar lagi sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu atau kelompoknya. Seorang nelayan berusaha mengenali sifat-sifat angin agar dirinya selamat dalam pelayarannya. Petani mengenali sifat-sifat tanah agar mendapatkan hasil panen yang baik. Tentara mengenali bentuk lahan dengan harapan mendapatkan posisi dan lokasi yang strategis dalam bertempur sehingga memenangkan pertempuran tersebut.

SIG sebagai sebuah sistem informasi melakukan penyederhanaan terhadap fenomena dunia nyata ini. SIG dengan penyederhanaannya ini melakukan pendekatan terutama secara spasial dan non spasial. Analisis spasial dalam SIG berusaha menerangkan fenomena dunia nyata melalui model dunia nyata ( real world model ). Model dunia nyata ditujukan untuk mengurangi kompleksitas dengan mengambil fenomena-fenomena tertentu saja yang sejalan dengan tujuan. Model dunia nyata selanjutnya diterangkan melalui model data. Proses interpretasi fenomena alami dengan menggunakan model dunia nyata dan model data disebut dengan pemodelan data (Bernhardsen, 1992: 214).

b. Model Dunia Nyata

Model dunia nyata menerangkan kenyataan yang ada pada dunia nyata. Pembawa informasi dari model dunia nyata ini adalah entitas. Entitas terdiri dari : Klasifikasi Jenis ( type classification ), atribut ( attribute ), hubungan ( relationship ).

c.1. Jenis Entitas

Jenis entitas didasarkan atas asumsi bahwa fenomena yang seragam dapat digolongkan ke dalam klasifikasi yang sama. Klasifikasi jenis harus memiliki nama yang unik. Misal, dilapangan terdapat beberapa jalan dengan berbagai ukuran dan kepadatan. Jalan tersebut diidentifikasi sebagai jalan negara, jalan propinsi, jalan kabupaten, dan jalan desa. Proses identifikasi tingkatan jalan tersebut sebenarnya memasukkan jalan ke dalam kelompok unik tertentu, yang mana jalan tersebut masuk dalam kelompok besar yang disebut jalan . Contoh lain, terdapat beberapa bangunan di lapangan. Bangunan-bangunan tersebut masuk dalam golongan besar yang disebut kelompok Bangunan. Bangunan-bangunan tersebut kemudian diidentifikasi sebagai rumah mukim, perkantoran, pabrik, dan lain-lain. Proses identifikasi bangunan tersebut merupakan proses memasukkan obyek bangunan kedalam kelompok-kelompok yang lebih spesifik.

Gambar 2. Dunia Nyata dan Model Dunia Nyata

c.2. Atribut Entitas

Atribut entitas merupakan data yang menerangkan sebuah jenis entitas. Sebuah jenis entitas memungkinkan memiliki lebih dari satu data atribut. Misal, sebuah jalan memiliki data atribut nama, lebar, kelas jalan, kepadatan, dan lain-lain. Data-data tersebut merupakan fakta lapangan yang diambil untuk menerangkan secara spesifik sebuah entitas. Atribut entitas digolongkan menjadi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menjelaskan entitas secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif dikelompokkan menjadi tiga tingkat ketepatannya ( accuracy ). Tingkatan paling tepat disebut proporsional seperti pengukuran jarak dan luas area, interval yang menggolongkan data pada kelompok-kelompok tertentu seperti umur, pendapatan dan lain-lain, Ordinal yang menggolongkan data pada tingkatan-tingkatan seperti buruk - sedang - baik .

c.3. Hubungan Entitas

Sebuah entitas memiliki hubungan atau keterkaitan dengan entitas-entitas yang lain. Untuk menjelaskan sebuah entitas tertentu perlu dijelaskan kaitannya entitas tersebut dengan entitas-entitas disekitarnya, misalnya posisi relatifnya, bagian dari kelompok mana, terdiri dari unsur apa saja, berdampingan dengan apa saja, dan lain-lain.

Model Data

Model data merupakan penterjemahan dari model dunia nyata. Informasi dunia nyata yang disimpan pada basisdata tidak dapat dihubungkan secara langsung pada model dunia nyata. Model dunia nyata yang masih bersifat umum ini harus terlebih dahulu diturunkan menjadi sebuah model data.

Gambar 3. Model Dunia Nyata dan Model Data

Sebuah model data dapat memiliki banyak obyek. Masing-masing obyek inilah yang selanjutnya terhubung dengan informasi dalam kemasan basisdata. Informasi model data dapat diperoleh dari obyek-obyek tersebut. Dengan kata lain, obyek merupakan pembawa informasi model data.

Gambar 4. Model Data dan Basisdata

Bentuk akhir dari model data dalam sistem informasi geografis adalah peta dan basis data yang menerangkan peta tersebut. Kelengkapan data dari model akan memberikan informasi yang jelas tentang sebaran spasial, kuantitas dan kualitas suatu fenomena.

Pemrogramman Sistem Informasi berbasis SIG

Sistem informasi geografis berkembang dengan dukungan dari banyak produsen perangkat lunak yang berbasis spasial seperti ESRI, MapInfo, ITC dan lain-lain. Masing-masing produsen dari perangkat lunak tersebut memiliki banyak produk yang banyak digunakan untuk perolehan, pengolahan, ataupun penyajian data spasial. Beberapa di antara perangkat lunak yang banyak digunakan adalah Arc View, Arc GIS, MapInfo, ERDAS, dan beberapa yang lain. Selain memiliki kemampuan standar dalam perolehan, pengolahan, analisis, dan penyajian data spasial, setiap perangkat lunak tersebut memiliki fasilitas pemrogramman yang memungkinkan dilakukannya pengembangan atas berbagai fasilitas yang sudah ada tersebut.

Sistem Informasi berbasis Avenue Arcview GIS

Kemampuan Arcview GIS pada berbagai serinya tidaklah diragukan lagi. Arcview GIS adalah software yang dikeluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute). Perangkat lunak ini memberikan fasilitas teknis yang berkaitan dengan pengelolaan data spasial. Kemampuan grafis yang baik dan kemampuan teknis dalam pengolahan data spasial tersebut memberikan kekuatan secara nyata pada Arcview untuk melakukan analisis spasial. Kekuatan analisis inilah yang pada akhirnya menjadikan Arc View banyak diterapkan dalam berbagai pekerjaan seperti analisis pemasaran, perencanaan wilayah dan tata ruang, system informasi persil, pengendalian dampak lingkungan bahkan militer (Eko Budiyanto, 2003: 3) .

Mengapa Arcview dapat memiliki keluwesan yang sedemikian hebat? Hal ini dikarenakan oleh adanya dukungan dari script Avenue . Melalui Avenue ini dapat dibentuk suatu "kemampuan baru" pada Arcview . Tentu saja hal ini membuat Arcview menjadi sangat luwes untuk diterapkan pada berbagai permasalahan spasial. Avenue dapat digunakan untuk "merombak" wajah Arcview sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Avenue adalah sebuah script atau bahasa pemrogramman berorientasi obyek ( OOP/Object Oriented Programming ) (Esri, 1996: 5). Dengan Avenue ini dapat dibentuk sebuah interface baru pada Arcview , otomasi pekerjaan-pekerjaan yang bersifat berulang ( repetitif ), ataupun membuat sebuah alur analisis spasial khusus yang belum terdapat pada Arcview tersebut. Avenue banyak digunakan untuk membentuk sebuah sistem informasi aplikatif pada suatu lembaga atau instansi dengan berbasis Arcview GIS.

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh pada Sistem Informasi SIG

Data penginderaan jauh dapat dilakukan proses koreksi geometrik yang akan menghasilkan sebuah citra yang memiliki titik ikat lapangan ( georefference ). Citra yang telah melalui proses ini dapat digunakan sebagai pemandu lapangan seperti peta. Pada citra dengan resolusi tinggi yang telah terpasang titik ikat ( Orthorectified Image ), obyek-obyek akan nampak jelas dan dapat dipadukan dengan berbagai peta dengan skala yang sama (Satellite Imaging Corp, 2007) .

Pembuatan Sistem Informasi Lingkungan

Dengan mendasarkan pada berbagai uraian di atas, dapat dibentuk sebuah sistem informasi spasial dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dan berbasis pada sistem informasi geografis. Sistem informasi yang akan dibuat adalah sebuah model sistem informasi lingkungan yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi sistem informasi yang lebih kompleks. Data penginderaan jauh digunakan sebagai dasar pengenalan obyek lapangan. Data penginderaan jauh yang dipilih adalah data citra satelit dengan resolusi spasial tinggi. Citra satelit tersebut dilakukan beberapa proses seperti pemasangan titik ikat lapangan ( Ground Control Point ), pembatasan region, dan pemotongan dataset menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4.

Citra yang telah ter-georefferrence diturunkan menjadi peta-peta : jalan dan penggunaan lahan. Informasi detil dari obyek-obyek jalan dan penggunaan lahan dibentuk menjadi basis data tabular yang melengkapi informasi obyek pada peta. Pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arcview GIS 3.3.

Antar muka sistem informasi ( interface ) dibentuk dengan memanfaatkan fasilitas customize pada perangkat lunak Arcview GIS. 3.3. Menu dan tombol dibentuk dengan menggunakan teknik customizing tersebut. Teknik ini dipilih didasarkan pada kemudahannya dalam membentuk menu dan berbagai tombol baru.

Dialog designer diperlukan untuk membentuk antar muka penampil data atribut yang menjadi dasar pemilihan obyek. Dialog designer yang dipilih adalah bentuk kotak daftar ( listbox ). Dengan menggunakan dialog ini operator akan memilih informasi apa yang akan dicari.

Untuk menghubungkan menu dan tombol dengan berbagai aksi yang diinginkan perlu dibentuk script atau program. Script atau program ini dibentuk dengan menggunakan bahasa Avenue . Setiap aksi yang diperlukan diuraikan menjadi baris-baris perintah pada script Avenue dan selanjutnya dikaitkan ke masing-masing menu atau tombol yang bersangkutan. Berikut adalah script utama dari sistem informasi.

v = av.GetActiveDoc
th1 = v.findtheme("komplek.shp")
th2 = v.findtheme("area.shp")
th1.setactive(false)
th2.setactive(true)

cari = msgbox.input("Apa yang anda cari ???", "Pencarian","")

tx = av.getproject.finddoc("attributes of area.shp")
vtx = tx.getvtab
bx = vtx.getselection
fx = vtx.findfield("id")

for each rec in 0..(vtx.getnumrecords-1)
vtx.seteditable(true)
vtx.setvalue(fx,rec,0)
vtx.seteditable(false)
end

if (cari <> nil) then
expx = "[keterangan] = "+ cari.quote
vtx.query(expx,bx,#vtab_seltype_new)
vtx.updateselection

for each rec in bx
vtx.seteditable(true)
vtx.setvalue(fx,rec,1)
vtx.seteditable(false)
end
v.invalidate

th1.setactive(true)
th2.setactive(false)
t = v.getactivethemes.get(0)
vt = t.getftab
b = vt.getselection
f = false

exp = "[keterangan] = "+ cari.quote
vt.query(exp,b,#vtab_seltype_new)
vt.updateselection

for each r in b
f = true
end if

(f = true) then
for each rec in b
v.invalidate
t.BlinkRecord (rec)
t.BlinkRecord (rec)
t.BlinkRecord (rec)
end
else
msgbox.info("Maaf data tidak ada !!!","")
end
end

Hasil Perancangan Sistem Informasi

Sistem informasi ini adalah model sederhana dari sistem informasi spasial. Sistem informasi bertema sistem informasi lingkungan Universitas Gadjah Mada – Universitas Negeri Yogyakarta Antarmuka utama dari sistem informasi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Antar muka utama sistem informasi lingkungan

Pencarian lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan proses query atau find yang dapat dilakukan dengan menggunakan tombol . Dengan penekanan tombol tersebut, sistem akan menanyakan obyek yang dicari seperti pada gambar berikut.

Gambar 6. Pencarian obyek

Pemilihan obyek yang dicari juga dapat dilakukan pada listbox yang secara terotomasi muncul pada sebelah kanan layar tampilan citra. Pemilihan dilakukan dengan menggunakan klik pada obyek yang akan dicari.

Gambar 7. Layar tampilan citra

Obyek yang dicari akan ditunjukkan oleh kedipan-kedipan gambar ( blink ). Selanjutnya lokasi yang terpilih ditandai dengan poligon bergaris tepi merah seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 8. Lokasi terpilih ditandai oleh poligon

Daftar Pustaka

Bernhardsen, Tor. 1998. Geographic Information System . Arendal Press. Washington .

Budiyanto, Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS . Penerbit Andi. Yogyakarta .

Budiyanto, Eko. 2007. Avenue Untuk Pengembangan Sistem Informasi Geografis . Penerbit Andi. Yogyakarta.

ESRI. 1996. Avenue .Customization and Application Development for Arcview GIS. New York . ESRI.

Ganter, John H. 2006. Arcview / Avenue : Coding Styles and Utility Scripts for Efficient Development. www . software . geocomm. com.

http://rst.gsfc.nasa.gov/Intro/Part2_26c.html

Razavi, H Amir. 1999. Arcview GIS/ Avenue Developer's Guides. Third Edition. New York . OnWord Press.

Lillesand, Kiefer. 2005. Sattelite Data Interpretation and Remote Sensing . New York

Short, Nicholast. Dr. 2007. Remote Sensing Tutorial . National Aeronautic and Space Administration (NASA) Official. New York

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN

Eko Budiyanto

A. Tata Aturan Penggunaan Lahan Indonesia

Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pengembangan sistem informasi dan pemantauan sumberdaya sangat diperlukan dalam pembangunan. Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pemerintah telah menentukan arah kebijakannya (UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004), sebagai berikut:

a. mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

b. mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan agraris sesuai kompetisi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat.

Arah kebijakan program pembangunan tersebut dijalankan melalui salah satu program nasional berupa pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Adapun pelaksanaannya di lapangan ditetapkan melalui indicator kinerja sebagai berikut:

  • Terinventarisasi dan terevaluasinya potensi sumberdaya dan lingkungan hidup.
  • Terkajinya neraca sumberdaya alam.
  • Terdatanya kawasan ekosistem rentan.
  • Terkajinya iptek bidang sisem informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
  • Meningkatnya akses informasi kepada masyarakat.
  • Tersedianya infrastruktur data spasial sumberdaya alam dan lingkungan hidup matra darat, laut, maupun udara (UU RI No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004).

Indikator kerja tersebut pada dasarnya ditujukan pada masalah pamantauan dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem pemantauan dan evaluasi yang sederhana, efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada wilayah yang luas dan memiliki kondisi fisik dan sosial yang majemuk.

Untuk melaksanakan peran pemerintah tersebut secara efektif dan efisien diperlukan adanya instrument manajemen publik yang meliputi siklus:

  1. perumusan atau pembuatan kebijakan
  2. perencanaan program
  3. pembiayaan dan anggaran
  4. pelaksanaan
  5. pengawasan dan pengendalian/monitoring (Depdagri, 2002)

Salah satu unsur sumberdaya dan lingkungan yang penting untuk diperhatikan adalah lahan dengan berbagai penggunaannya. Lahan adalah ruang dengan berbagai unsurnya seperti iklim, topografi, tanah, vegetasi, air, dan lain-lain. Lahan dengan berbagai unsur tersebut dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lahan dengan berbagai sumberdaya yang ada dieksploitasi dan dikelola untuk tujuan-tujuan tertentu (Sitorus, 1985).

Perkembangan kebudayaan manusia mengakibatkan perubahan dalam kebutuhannya. Pola pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang dimilikinya. Manusia menggunakan teknologi dan pengetahuannya untuk mengubah lingkungan guna memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Ketergantungan manusia terhadap kondisi fisik alam semakin berkurang dengan adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi tersebut. Dengan perkembangan tersebut berarti pola pemanfaatan lahan akan cenderung terus berubah.

Pengelolaan lahan perlu dilakukan secara berhati-hati. Kesalahan dalam pengelolaan lahan akan mengakibatkan dampak yang merugikan pada waktu dekat atau masa yang akan datang. Kesalahan pengelolaan dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi mengenai berbagai perkembangan yang terjadi atas suatu perubahan. Kurangnya informasi dapat mengakibatkan munculnya kesalahan penafsiran yang mengakibatkan kesalahan dalam melakukan analisis serta pengambilan keputusan.

Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi terus menerus perlu dikelola sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai dampak yang mungkin muncul dalam pemanfaatan lahan tersebut di masa yang akan datang. Pemantauan dan analisis penggunaan lahan merupakan bagian dari pengelolaan lahan itu sendiri. Dengan adanya perubahan yang terus menerus tersebut berarti pemantauan dan analisis penggunaan lahan juga harus dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan sebuah sistem yang dapat melakukan tugas ini secara terus menerus. Dengan demikian peril dikembangkan sebuah sistem pemantauan dan analisis penggunaan lahan yang hemat, sederhana dan efisien.

Proses analisis spasial yang ditujukan untuk analisis penggunaan lahan pada saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan program pengolah data spasial. Salah satu program pengolah data spasial tersebut adalah arc view GIS dan arc info. Proses perolehan informsi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan dua atau lebih peta pengunaan lahan dengan tahun yang berbeda. Hasil perbandingan tersebut memberikan informasi ada atau tidaknya perubahan penggunaan lahan.

B. Penggunaan Lahan dalam Satuan Persil

Penggunaan lahan terjadi pada berbagai skala pemetaan. Pemanfaatan lahan dengan melihat hak perorangan dilakukan pada lahan dalam satuan persil. Menurut RUU tentang pokok-pokok bina kota (1) tahun 1970, persil merupakan sebidang tanah yang dibebani sesuatu hak perorangan atau badan hukum (Soedjono, 1978). Dalam hal ini lahan dipandang berdasar pada hak pemilikan seseorang atas lahan. Atribut pokok yang melekat pada lahan tersebut adalah siapa yang berhak atas lahan tersebut.

Pada lahan-lahan dalam satuan persil, pengunaan lahan oleh masyarakat terkait dengn adanya hak atas lahan tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan beberapa jenis hak yang berlaku atas suatu lahan. Hak-hak atas lahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. hak milik
  2. hak guna usaha
  3. hak guna bangunan
  4. hak pakai
  5. hak sewa
  6. hak membuka tanah
  7. hak memungut hasil hutan. (pasal 16 UUPA tahun 1960 dalam Boedi Harsono, 1981)

Masing-masing bidang lahan memiliki status hak yang dipegang oleh individu, keluarga, atau sekelompok masyarakat. Suatu lahan tidak memiliki status hak ganda. Masing-masing lahan hanya memiliki satu jenis status.

Selanjutnya untuk mengatur hak-hak tersebut di atas perlu ditentukan mengenai batas-batas luas penguasaan lahan pada suatu wilayah tertentu. Batas-batas tersebut berupa batas maksimal atau batas minimal penguasaan lahan. Batas-batas maksimal atau minimal tersebut merupakan batas-batas luas lahan yang boleh dikuasai oleh individu atau kelompok masyarakat di wilayah tersebut (pasal 17 UUPA tahun 1960 dalam boedi harsono, 1981). Batas maksimal merupakan batas terluas dari suatu lahan yang boleh dikuasai oleh satu individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Jika satu individu, keluarga atau masyarakat memimliki dengan luas lebih dari batas maksimal yang ditentukan maka lahan tersebut harus dipecah dan dikuasakan kepada individu, keluarga atau kelompok masyarakat lain. Batas minimal adalah batas terkecil dari luas lahan yang boleh dikuasai oleh individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Dalam hal ini, lahan hanya boleh dikuasai dengan luas lebih dari batas minimal tersebut. Jika terdapat individu, keluarga, atau kelompok masyarakat yang memiliki hak penguasaan lahan dengan luas kurang dari batas minimal, maka status penguasaan tersebut haruslah dilakukan penggabungan dengan lahan lain. Penggabungan lahan ini dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Batas-batas maksimal atau minimal penguasaan lahan tidak sama pada satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penentuan batas-batas maksimal dan minimal ini tergantung pada tingkat kepadatan penduduk, lokasi daerah, dan kepentingan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternative kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu pada swaktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu dapat terjadi persaingan, bahkan konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan (daud, 2001).

Dinamika pengunaan lahan sesuai dengan nilai kegiatan ekonomi pada suatu saat, seperti dari hutan ke perladangan, dari perladangan ke perkebunan, dari perkebunan ke persawahan, dari persawahan ke perumahan dan seterusnya (brahmana, 2002). Lahan memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan pada lokasi lahan tersebut. Pada daerah perkotaan nilai ekonomis lahan dikaitkan dengan kemudahan aksesibilitas mencapai lahan tersebut. Dengan demikian lahan-lahan yang berada pada tepi jalan akan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan yang berada jauh dari jalan. Faktor lain adalah jauh dekatnya lahan dengan pusat-pusat kegiatan seperti pusat pemerintahan, pasar, sekolah, dan sarana kesehatan. Pada daerah pedesaan, factor utama penentu nilai ekonomis lahan adalah tingkat kesuburan tanah pada lahan tersebut. Dengan demikian nilai lahan dapat bernilai rendah bila kesuburannya rendah, tetapi dapat pula menjadi tinggi apabila letaknya strategis untuk maksud-maksud ekonomi non pertanian (hadi sabari yunus, 2001).

Pemilihan penggunaan lahan oleh pemilik lahan sering dipengaruhi oleh nilai ekonomis lahan tersebut. Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan digunakan untuk berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis seperti perdagangan dan jasa. Sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah cenderung akan digunakan sebagai lahan permukiman.

Proses perubahan pengunaan lahan atau dalam skala persil disebut dengan konversi lahan mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk formal dan bentuk informal. Bentuk formal adalah konversi lahan pedesaan yang dilakukan secara teratur dan formal oleh pemerintah. Bentuk konversi informal adalah bentuk perubahan penggunaan lahan oleh individu atau orang-orang pemilik lahan tersebut dengan sendiri-sendiri tanpa pengawasan oleh pemerintah. Bentuk konversi lahan secara formal merupakan bentuk yang secara ideal dapat mengarahkan penataan pembangunan fisik yang terencana dan terkendali. Konversi lahan secara informal dapat memunculkan perkembangan fisik kota yang tidak teratur dan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur kota . Konversi lahan secara informal banyak terjadi dalam masyarakat pada Negara sedang berkembang seperti Indonesia (Achmad, 1999).

Konversi lahan secara faktual memunculkan bentuk perubahan sebagai berikut:

• Perubahan pemilik lahan dengan tanpa diikuti perubahan pengunaan lahannya.

• Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahannya.

• Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahan pada sebagian lahan tersebut.

• Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada lahan tersebut.

• Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada sebagian lahan tersebut.

Dari perubahan proses tersebut, dapat ditarik dasar perubahan adalah pada atribut pemililkan dan penggunaan atas lahan tersebut.

C. Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Penggunaan Lahan

Konsep penggunaan lahan erat kaitannya dengan budaya manusia dan kondisi fisik lahan tersebut. Karakter alam merupakan kombinasi dari masalah relief, iklim, drainase alam, bahan induk, tanah dan vegetasi (Sitorus, 1985). Sehingga perpaduan antara faktor manusia dan faktor fisik lingkungan saling berpengaruh dan menentukan dalam pemanfaatan lahannya. Perbedaan vegetasi alamiah maupun budaya sering menunjukkan perbedaan kondisi medan. Pola pengunaan tidak terlepas dari keperluan manusia yang menghuni wilayah tersebut. Suatu unit lahan tertentu beserta sifat-sifatnya dapat diubah oleh manusia (Driessen, 1992).

Penggunaan lahan adalah hasil interaksi antara aktivitas manusia terhadap satu bidang lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik langsung ataupun tidak langsung (Dulbahri, 1985). Lahan dalam seluruh kurun waktu merupakan unsure yang sifatnya tetap, sedangkan yang selalu berubah adalah organisme yang hidup di atasnya termasuk manusia (saraswati, 1989). Lahan yang tersebar pada suatu wilayah cenderung tidak bertambah. Hal ini berlawanan dengan jumlah manusia penghuni lahan tersebut. Manusia yang menghuni lahan tersebut cenderung terus berkembang sejalan dengan hal tersebut akan mengurangi keseimbangan antara luas lahan dengan berbagai kebutuhan manusia yang berkaitan dengan lahan.

Penggunaan lahan suatu wilayah sifatnya tidak permanent. Suatu lahan memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Dengan adanya kemampuan lahan yang dapat diterapkan untuk berbagai tujuan inilah suatu lahan tidak terbatas penggunaannya pada suatu tujuan tertentu saja. Bentuk penggunaan lahan dapat berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia. Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena dimana satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Misalnya pemanfaatan lahan yang pada awalnya sebagai lahan pertanian berubah sebagai lahan permukiman. Dalam hal ini dikatakan lahan pertanian dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya yaitu sebagai lahan permukiman. Bentuk penggunaan lahan terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan dengan perluasan atas suatu penggunaan tertentu dan perubahan tanpa perluasan untuk penggunaan tertentu. Perubahan penggunaan lahan pada suatu lokasi dapat terjadi dengan berubahnya penggunaan lahan tersebut dari suatu penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya. Di samping hal tersebut perubahan penggunaan lahan dapat terjadi pula dengan adanya intensifikasi atas suatu penggunaan tertentu pada lahan yang sama (Meyer, 1994).

Perluasan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu sering terjadi di daerah pinggiran atau pedesaan dimana lahan masih “tersedia” dalam jumlah yang luas. Sedangkan perubahan tanpa perluasan wilayah sering disebut dengan pemadatan, dan terjadi pada wilayah perkotaan atau daerah-daerah tertentu dengan adanya factor-faktor pembatas. Pemadatan terjadi atas suatu penggunaan tertentu.

Informasi perubahan lahan pada suatu wilayah tertentu sangat penting artinya dalam perencanaan wilayah tersebut dimasa yang akan datang. Informasi penggunaan lahan dapat memberikan penjelasan pada pengguna tentang apa yang harus dilakukan terhadap lahan tersebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Mather, 1986).

Penelitian mengenai perubahan pengunaan lahan yang dilakukan oleh Dulbahri (1985) di DAS progo menyimpulkan perubahan fungsi lahan dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan daerah karena angka “kecepatan” perubahan lahan pertanian kea rah lahan pemukiman merupakan gambaran umum perbaikan taraf hidup dan kemampuan daya beli. Sejalan dengan hal ini, Endang Saraswati (1989) menyimpulkan faktor sosial ekonomi lebih berpengaruh terhadap perubahan bentuk penggunaan lahan dibandingkan dengan factor fisik.

Mustamin anggo (2001) dalam penelitiannya mengenai perubahan penggunaan lahan menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan di sebagian wilayah kabupaten kendari antara tahun 1982 sampai tahun 1996. perubahan tersebut antara lain berupa penyusutan luas hutan sebesar 57.408 Ha, peningkatan luas semak belukar sebesar 10.132 Ha, peningkatan luas lahan pertanian 27.094 Ha, peningkatan luas perkebunan sebesar 23.385 Ha, dan peningkatan luas pemukiman seluas 6.248 Ha. Dalam penelitian ini Mustamin Anggo menggunakan data pokok foto udara pankromatik hitam putih yang dianalisis secara visual dan diolah secara digital menggunakan perangkat Bantu sistem informasi geografis. Pada akhir penelitian ini peneliti menyarankan bahwa pemantauan perubahan penggunaan lahan sebaiknya dilakukan secara kontinyu pada setiap interval waktu tertentu, misalnya 10 tahun agar dapat diketahui kecenderungan perubahan yang terjadi dan efek lingkungannya mencakup efek fisik dan efek social ekonomi serta dapat dilakukan prediksi untuk waktu depan.

Perencanaan pemanfaatan lahan didasarkan atas perencanaan tata guna lahan. Perencanaan tata guna lahan didefinisikan sebagai sebuah proses pengorganisasian, pengembangan dan penggunaan lahan serta sumberdayanya dengan suatu cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam waktu yang panjang dengan menjaga fleksibilitas untuk kombinasi yang dinamis dari keluaran sumberdaya untuk masa depan (Sitorus, 1989). Proses perencanaan pada dasarnya adalah proses identifikasi alternatif-alternatif dan analisis pengaruhnya dalam hubungannya dengan daya dukung sumberdaya untuk menopang atau menerima kegiatan-kegiatan manusia. Kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya cenderung mengganggu atau mengubah ekosistem di tempat mereka melakukan kegiatan atau bermukim. Penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak hati-hati akan berbahaya bagi keseimbangan lingkungan dan memungkinkan munculnya berbagai bencana alam maupun social.

D. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dalam Sistem Informasi Geografis

Kemampuan sistem informasi geografis dalam melakukan analisis dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu sistem informasi dan pemantauan penggunaan lahan. Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu, maka dalam sistem informasi geografis perlu disusun sebuah model yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Analisis pada dasarnya merupakan proses pemberian makna dari sekumpulan data. Analisis dalam sistem informasi geografis dapat dilakukan melalui suatu perhitungan, komputasi statistik, pembentukan model pada serangkaian nilai data atau proses operasi lainnya.

Salah satu keunggulan dalam sistem informasi geografis adalah kemampuannya menghubungkan beberapa peta dengan sebuah pernyataan aljabar secara bersama-sama untuk membentuk algoritma yang lebih komplek. Beberapa peta dan tabel data atribut dapat dikombinasikan ke dalam sebuah proses tunggal. Proses kombinasi beberapa peta secara bersama-sama sering disebut dengan pemodelan peta atau pemodelan kartografis (Bonham-carter, 1996).

Dua hal penting yang berkaitan dengan sistem informasi geografis adalah sistem gambar berbasi computer (CAD sistem) dan pemrosesan citra (image processing). Kedua macam sistem tersebut berkaitan dengan data spasial. Sistem gambar berbasis computer (CAD sistem) pada dasarnya dibentuk untuk penggambaran yang bersifat teknis. Sistem ini menggunakan struktur data vektor untuk membentuk titik, garis, dan simbol grafis tertentu. Pemakaian data vektor dalam hal ini dimaksudkan bahwa sebuah titik didefinisikan dengan serangkaian koordinat spasial dan garis dibentuk oleh serangkaian titik yang berurutan. Beberapa dari data sistem informasi geografis dibentuk menggunakan struktur data vektor untuk penanganan data spasial dengan ditambahkan dengan sistem basis data serta kemampuan fungsional tertentu untuk analisis dan pemodelan. Dengan demikian sistem informasi geografis akan mengolah data dalam bentuk data vektor untuk pengolahan spasial, dan mengolah data dalam bentuk sistem basis data untuk pengolahan atribut (Bonham-carter, 1996).

Hubungan spasial antar feature dalam sistem informasi geografis dilakukan melaluii prosedur topologi. Topologi merupakan prosedur matematis untuk menentukan secara eksplisit hubungan spasial. Topologi menentukan hubungan diantara feature, mengidentifikasi poligon yang bersebelahan, dan dapat menentukan satu feature sebagai kumpulan dari feature lainnya. Dengan menggunakan topologi ini sejumlah data dapat disimpan secara lebih efisien, sehingga data tersebut dapat diproses dengan lebih cepat dengan memungkinkan jumlah data yang lebih besar. Dengan adanya hubungan topologi, pada data spasial dapat dilakukan fungsi analisis, seperti membuat model alur melalui garis yang berhubungan pada jaringan (nework), dapat mengkombinasikan polygon yang bersebelahan dengan karakteristik yang sama, dan mengoverlaykan feature geografis (anonym, 1999).

Jenis topologi yang dalam pengolahan spasial berupa topologi arc-node, topologi polygon-arc, dan topologi left-right. Pada topologi arc-node, garis (arc) terbentuk oleh titik-titik (vertex). Pada setiap akhir dariarc terdapat titik akhir yang disebut dengan node. Setiap arc memiliki arah dengan ditunjukkan oleh dua node yaitu from-node dan to-node. Arc hanya dapat dihubungkan pada titik node-nya. Dengan menelusuri nodenya dapat diketahui arc mana berhubungan dengan arc-arc lainnya. Pada topologi polygon-arc didapatkan bahwa polygon dibentuk oleh sekumpulan arc, bukan oleh kumpulan titik atau pasangan koordinat x,y. setiap arc yang membentuk polygon hanya disimpan satu kali saja sebagai daftar, walaupun arc tersebut membentuk polygon ynag berdampingan. Dengan cara ini data dapat disimpan secara efisien. Dengan menggunakan topologi left-right, dapat diketahui polygon-poligon mana yang berdampingan atau tidak berdampingan. Polygon berdampingan dapat diketahui oleh penggunaan arc umum. Arc umum adalah arc yang digunakan secara bersama-sama oleh dua polygon (anonym, 1999).

Pengolahan data vektor yang sering dilakukan untuk analisis spasial adalah overlay atau tumpang susun peta. Dalam penelitian pengkajian perubahan bentuk penggunaan disimpulkan bahwa metode overlay yang dilakukan dengan menumpangtindihkan peta bentuk penggunaan lahan tahun 1981 dan tahun 1987 ternyata cukup baik untuk memperoleh data perubahan bentuk penggunaan lahannya (saraswati, 1989).

Tumpang susun merupakan operasi spasial yang meng-overlay-kan satu coverage polygon ke dalam coverage polygon lainnya untuk membuat coverage polygon baru. Lokasi spasial dari setiap kumpulan poligon dan atribut poligonnya digabungkan untuk memperoleh hubungan data yang baru. Operasi overlay lainnya meliputi overlay garis pada polygon, dimana feature garis menerima atribut dari polygon dimana garis tersebut berada di dalamnya, dan overlay titik pada polygon, dimana feature titik menerima atribut polygon.

Operasi tumpang susun data spasial dalam sitem informasi geografis disertai dengan proses penggabungan data atribut dari data spasial. Data atribut yang berupa tabel dari kedua data spasial akan digabungkan menjadi satu tabel baru. Data yang ada pada kedua tabel atribut data spasial akan masuk pada tabel baru, sehingga tabel baru hasil proses overlay dapat memberikan informasi atribut tentang kedua data spasial yang dioverlaykan.

Proses pengolahan data spasial yang berupa tumpang susun peta dan pengolahan data atribut sering dilakukan oleh pra peneliti dengan cara bertahap (anggo: 2001, rumbiak: 1997, saraswati: 1989, prasetyo: 1989). Jika proses dilakukan dengan menggunakan program bantu, proses ini dilakukan dengan memanfaatkan menu-menu yang telah disediakan oleh berbagai software pengolah data spasial. Antara satu tahap pengolahan dengan tahap lain dilakukan secara interaktif dengan software yang digunakan.