Kamis, 02 April 2009

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN

Eko Budiyanto

A. Tata Aturan Penggunaan Lahan Indonesia

Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pengembangan sistem informasi dan pemantauan sumberdaya sangat diperlukan dalam pembangunan. Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pemerintah telah menentukan arah kebijakannya (UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004), sebagai berikut:

a. mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.

b. mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan agraris sesuai kompetisi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat.

Arah kebijakan program pembangunan tersebut dijalankan melalui salah satu program nasional berupa pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Adapun pelaksanaannya di lapangan ditetapkan melalui indicator kinerja sebagai berikut:

  • Terinventarisasi dan terevaluasinya potensi sumberdaya dan lingkungan hidup.
  • Terkajinya neraca sumberdaya alam.
  • Terdatanya kawasan ekosistem rentan.
  • Terkajinya iptek bidang sisem informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
  • Meningkatnya akses informasi kepada masyarakat.
  • Tersedianya infrastruktur data spasial sumberdaya alam dan lingkungan hidup matra darat, laut, maupun udara (UU RI No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004).

Indikator kerja tersebut pada dasarnya ditujukan pada masalah pamantauan dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem pemantauan dan evaluasi yang sederhana, efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada wilayah yang luas dan memiliki kondisi fisik dan sosial yang majemuk.

Untuk melaksanakan peran pemerintah tersebut secara efektif dan efisien diperlukan adanya instrument manajemen publik yang meliputi siklus:

  1. perumusan atau pembuatan kebijakan
  2. perencanaan program
  3. pembiayaan dan anggaran
  4. pelaksanaan
  5. pengawasan dan pengendalian/monitoring (Depdagri, 2002)

Salah satu unsur sumberdaya dan lingkungan yang penting untuk diperhatikan adalah lahan dengan berbagai penggunaannya. Lahan adalah ruang dengan berbagai unsurnya seperti iklim, topografi, tanah, vegetasi, air, dan lain-lain. Lahan dengan berbagai unsur tersebut dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lahan dengan berbagai sumberdaya yang ada dieksploitasi dan dikelola untuk tujuan-tujuan tertentu (Sitorus, 1985).

Perkembangan kebudayaan manusia mengakibatkan perubahan dalam kebutuhannya. Pola pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang dimilikinya. Manusia menggunakan teknologi dan pengetahuannya untuk mengubah lingkungan guna memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Ketergantungan manusia terhadap kondisi fisik alam semakin berkurang dengan adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi tersebut. Dengan perkembangan tersebut berarti pola pemanfaatan lahan akan cenderung terus berubah.

Pengelolaan lahan perlu dilakukan secara berhati-hati. Kesalahan dalam pengelolaan lahan akan mengakibatkan dampak yang merugikan pada waktu dekat atau masa yang akan datang. Kesalahan pengelolaan dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi mengenai berbagai perkembangan yang terjadi atas suatu perubahan. Kurangnya informasi dapat mengakibatkan munculnya kesalahan penafsiran yang mengakibatkan kesalahan dalam melakukan analisis serta pengambilan keputusan.

Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi terus menerus perlu dikelola sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai dampak yang mungkin muncul dalam pemanfaatan lahan tersebut di masa yang akan datang. Pemantauan dan analisis penggunaan lahan merupakan bagian dari pengelolaan lahan itu sendiri. Dengan adanya perubahan yang terus menerus tersebut berarti pemantauan dan analisis penggunaan lahan juga harus dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan sebuah sistem yang dapat melakukan tugas ini secara terus menerus. Dengan demikian peril dikembangkan sebuah sistem pemantauan dan analisis penggunaan lahan yang hemat, sederhana dan efisien.

Proses analisis spasial yang ditujukan untuk analisis penggunaan lahan pada saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan program pengolah data spasial. Salah satu program pengolah data spasial tersebut adalah arc view GIS dan arc info. Proses perolehan informsi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan dua atau lebih peta pengunaan lahan dengan tahun yang berbeda. Hasil perbandingan tersebut memberikan informasi ada atau tidaknya perubahan penggunaan lahan.

B. Penggunaan Lahan dalam Satuan Persil

Penggunaan lahan terjadi pada berbagai skala pemetaan. Pemanfaatan lahan dengan melihat hak perorangan dilakukan pada lahan dalam satuan persil. Menurut RUU tentang pokok-pokok bina kota (1) tahun 1970, persil merupakan sebidang tanah yang dibebani sesuatu hak perorangan atau badan hukum (Soedjono, 1978). Dalam hal ini lahan dipandang berdasar pada hak pemilikan seseorang atas lahan. Atribut pokok yang melekat pada lahan tersebut adalah siapa yang berhak atas lahan tersebut.

Pada lahan-lahan dalam satuan persil, pengunaan lahan oleh masyarakat terkait dengn adanya hak atas lahan tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan beberapa jenis hak yang berlaku atas suatu lahan. Hak-hak atas lahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. hak milik
  2. hak guna usaha
  3. hak guna bangunan
  4. hak pakai
  5. hak sewa
  6. hak membuka tanah
  7. hak memungut hasil hutan. (pasal 16 UUPA tahun 1960 dalam Boedi Harsono, 1981)

Masing-masing bidang lahan memiliki status hak yang dipegang oleh individu, keluarga, atau sekelompok masyarakat. Suatu lahan tidak memiliki status hak ganda. Masing-masing lahan hanya memiliki satu jenis status.

Selanjutnya untuk mengatur hak-hak tersebut di atas perlu ditentukan mengenai batas-batas luas penguasaan lahan pada suatu wilayah tertentu. Batas-batas tersebut berupa batas maksimal atau batas minimal penguasaan lahan. Batas-batas maksimal atau minimal tersebut merupakan batas-batas luas lahan yang boleh dikuasai oleh individu atau kelompok masyarakat di wilayah tersebut (pasal 17 UUPA tahun 1960 dalam boedi harsono, 1981). Batas maksimal merupakan batas terluas dari suatu lahan yang boleh dikuasai oleh satu individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Jika satu individu, keluarga atau masyarakat memimliki dengan luas lebih dari batas maksimal yang ditentukan maka lahan tersebut harus dipecah dan dikuasakan kepada individu, keluarga atau kelompok masyarakat lain. Batas minimal adalah batas terkecil dari luas lahan yang boleh dikuasai oleh individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Dalam hal ini, lahan hanya boleh dikuasai dengan luas lebih dari batas minimal tersebut. Jika terdapat individu, keluarga, atau kelompok masyarakat yang memiliki hak penguasaan lahan dengan luas kurang dari batas minimal, maka status penguasaan tersebut haruslah dilakukan penggabungan dengan lahan lain. Penggabungan lahan ini dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Batas-batas maksimal atau minimal penguasaan lahan tidak sama pada satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penentuan batas-batas maksimal dan minimal ini tergantung pada tingkat kepadatan penduduk, lokasi daerah, dan kepentingan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternative kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu pada swaktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu dapat terjadi persaingan, bahkan konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan (daud, 2001).

Dinamika pengunaan lahan sesuai dengan nilai kegiatan ekonomi pada suatu saat, seperti dari hutan ke perladangan, dari perladangan ke perkebunan, dari perkebunan ke persawahan, dari persawahan ke perumahan dan seterusnya (brahmana, 2002). Lahan memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan pada lokasi lahan tersebut. Pada daerah perkotaan nilai ekonomis lahan dikaitkan dengan kemudahan aksesibilitas mencapai lahan tersebut. Dengan demikian lahan-lahan yang berada pada tepi jalan akan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan yang berada jauh dari jalan. Faktor lain adalah jauh dekatnya lahan dengan pusat-pusat kegiatan seperti pusat pemerintahan, pasar, sekolah, dan sarana kesehatan. Pada daerah pedesaan, factor utama penentu nilai ekonomis lahan adalah tingkat kesuburan tanah pada lahan tersebut. Dengan demikian nilai lahan dapat bernilai rendah bila kesuburannya rendah, tetapi dapat pula menjadi tinggi apabila letaknya strategis untuk maksud-maksud ekonomi non pertanian (hadi sabari yunus, 2001).

Pemilihan penggunaan lahan oleh pemilik lahan sering dipengaruhi oleh nilai ekonomis lahan tersebut. Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan digunakan untuk berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis seperti perdagangan dan jasa. Sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah cenderung akan digunakan sebagai lahan permukiman.

Proses perubahan pengunaan lahan atau dalam skala persil disebut dengan konversi lahan mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk formal dan bentuk informal. Bentuk formal adalah konversi lahan pedesaan yang dilakukan secara teratur dan formal oleh pemerintah. Bentuk konversi informal adalah bentuk perubahan penggunaan lahan oleh individu atau orang-orang pemilik lahan tersebut dengan sendiri-sendiri tanpa pengawasan oleh pemerintah. Bentuk konversi lahan secara formal merupakan bentuk yang secara ideal dapat mengarahkan penataan pembangunan fisik yang terencana dan terkendali. Konversi lahan secara informal dapat memunculkan perkembangan fisik kota yang tidak teratur dan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur kota . Konversi lahan secara informal banyak terjadi dalam masyarakat pada Negara sedang berkembang seperti Indonesia (Achmad, 1999).

Konversi lahan secara faktual memunculkan bentuk perubahan sebagai berikut:

• Perubahan pemilik lahan dengan tanpa diikuti perubahan pengunaan lahannya.

• Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahannya.

• Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahan pada sebagian lahan tersebut.

• Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada lahan tersebut.

• Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada sebagian lahan tersebut.

Dari perubahan proses tersebut, dapat ditarik dasar perubahan adalah pada atribut pemililkan dan penggunaan atas lahan tersebut.

C. Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Penggunaan Lahan

Konsep penggunaan lahan erat kaitannya dengan budaya manusia dan kondisi fisik lahan tersebut. Karakter alam merupakan kombinasi dari masalah relief, iklim, drainase alam, bahan induk, tanah dan vegetasi (Sitorus, 1985). Sehingga perpaduan antara faktor manusia dan faktor fisik lingkungan saling berpengaruh dan menentukan dalam pemanfaatan lahannya. Perbedaan vegetasi alamiah maupun budaya sering menunjukkan perbedaan kondisi medan. Pola pengunaan tidak terlepas dari keperluan manusia yang menghuni wilayah tersebut. Suatu unit lahan tertentu beserta sifat-sifatnya dapat diubah oleh manusia (Driessen, 1992).

Penggunaan lahan adalah hasil interaksi antara aktivitas manusia terhadap satu bidang lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik langsung ataupun tidak langsung (Dulbahri, 1985). Lahan dalam seluruh kurun waktu merupakan unsure yang sifatnya tetap, sedangkan yang selalu berubah adalah organisme yang hidup di atasnya termasuk manusia (saraswati, 1989). Lahan yang tersebar pada suatu wilayah cenderung tidak bertambah. Hal ini berlawanan dengan jumlah manusia penghuni lahan tersebut. Manusia yang menghuni lahan tersebut cenderung terus berkembang sejalan dengan hal tersebut akan mengurangi keseimbangan antara luas lahan dengan berbagai kebutuhan manusia yang berkaitan dengan lahan.

Penggunaan lahan suatu wilayah sifatnya tidak permanent. Suatu lahan memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Dengan adanya kemampuan lahan yang dapat diterapkan untuk berbagai tujuan inilah suatu lahan tidak terbatas penggunaannya pada suatu tujuan tertentu saja. Bentuk penggunaan lahan dapat berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia. Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena dimana satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Misalnya pemanfaatan lahan yang pada awalnya sebagai lahan pertanian berubah sebagai lahan permukiman. Dalam hal ini dikatakan lahan pertanian dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya yaitu sebagai lahan permukiman. Bentuk penggunaan lahan terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan dengan perluasan atas suatu penggunaan tertentu dan perubahan tanpa perluasan untuk penggunaan tertentu. Perubahan penggunaan lahan pada suatu lokasi dapat terjadi dengan berubahnya penggunaan lahan tersebut dari suatu penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya. Di samping hal tersebut perubahan penggunaan lahan dapat terjadi pula dengan adanya intensifikasi atas suatu penggunaan tertentu pada lahan yang sama (Meyer, 1994).

Perluasan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu sering terjadi di daerah pinggiran atau pedesaan dimana lahan masih “tersedia” dalam jumlah yang luas. Sedangkan perubahan tanpa perluasan wilayah sering disebut dengan pemadatan, dan terjadi pada wilayah perkotaan atau daerah-daerah tertentu dengan adanya factor-faktor pembatas. Pemadatan terjadi atas suatu penggunaan tertentu.

Informasi perubahan lahan pada suatu wilayah tertentu sangat penting artinya dalam perencanaan wilayah tersebut dimasa yang akan datang. Informasi penggunaan lahan dapat memberikan penjelasan pada pengguna tentang apa yang harus dilakukan terhadap lahan tersebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Mather, 1986).

Penelitian mengenai perubahan pengunaan lahan yang dilakukan oleh Dulbahri (1985) di DAS progo menyimpulkan perubahan fungsi lahan dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan daerah karena angka “kecepatan” perubahan lahan pertanian kea rah lahan pemukiman merupakan gambaran umum perbaikan taraf hidup dan kemampuan daya beli. Sejalan dengan hal ini, Endang Saraswati (1989) menyimpulkan faktor sosial ekonomi lebih berpengaruh terhadap perubahan bentuk penggunaan lahan dibandingkan dengan factor fisik.

Mustamin anggo (2001) dalam penelitiannya mengenai perubahan penggunaan lahan menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan di sebagian wilayah kabupaten kendari antara tahun 1982 sampai tahun 1996. perubahan tersebut antara lain berupa penyusutan luas hutan sebesar 57.408 Ha, peningkatan luas semak belukar sebesar 10.132 Ha, peningkatan luas lahan pertanian 27.094 Ha, peningkatan luas perkebunan sebesar 23.385 Ha, dan peningkatan luas pemukiman seluas 6.248 Ha. Dalam penelitian ini Mustamin Anggo menggunakan data pokok foto udara pankromatik hitam putih yang dianalisis secara visual dan diolah secara digital menggunakan perangkat Bantu sistem informasi geografis. Pada akhir penelitian ini peneliti menyarankan bahwa pemantauan perubahan penggunaan lahan sebaiknya dilakukan secara kontinyu pada setiap interval waktu tertentu, misalnya 10 tahun agar dapat diketahui kecenderungan perubahan yang terjadi dan efek lingkungannya mencakup efek fisik dan efek social ekonomi serta dapat dilakukan prediksi untuk waktu depan.

Perencanaan pemanfaatan lahan didasarkan atas perencanaan tata guna lahan. Perencanaan tata guna lahan didefinisikan sebagai sebuah proses pengorganisasian, pengembangan dan penggunaan lahan serta sumberdayanya dengan suatu cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam waktu yang panjang dengan menjaga fleksibilitas untuk kombinasi yang dinamis dari keluaran sumberdaya untuk masa depan (Sitorus, 1989). Proses perencanaan pada dasarnya adalah proses identifikasi alternatif-alternatif dan analisis pengaruhnya dalam hubungannya dengan daya dukung sumberdaya untuk menopang atau menerima kegiatan-kegiatan manusia. Kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya cenderung mengganggu atau mengubah ekosistem di tempat mereka melakukan kegiatan atau bermukim. Penggunaan atau pemanfaatan lahan yang tidak hati-hati akan berbahaya bagi keseimbangan lingkungan dan memungkinkan munculnya berbagai bencana alam maupun social.

D. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dalam Sistem Informasi Geografis

Kemampuan sistem informasi geografis dalam melakukan analisis dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu sistem informasi dan pemantauan penggunaan lahan. Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu, maka dalam sistem informasi geografis perlu disusun sebuah model yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Analisis pada dasarnya merupakan proses pemberian makna dari sekumpulan data. Analisis dalam sistem informasi geografis dapat dilakukan melalui suatu perhitungan, komputasi statistik, pembentukan model pada serangkaian nilai data atau proses operasi lainnya.

Salah satu keunggulan dalam sistem informasi geografis adalah kemampuannya menghubungkan beberapa peta dengan sebuah pernyataan aljabar secara bersama-sama untuk membentuk algoritma yang lebih komplek. Beberapa peta dan tabel data atribut dapat dikombinasikan ke dalam sebuah proses tunggal. Proses kombinasi beberapa peta secara bersama-sama sering disebut dengan pemodelan peta atau pemodelan kartografis (Bonham-carter, 1996).

Dua hal penting yang berkaitan dengan sistem informasi geografis adalah sistem gambar berbasi computer (CAD sistem) dan pemrosesan citra (image processing). Kedua macam sistem tersebut berkaitan dengan data spasial. Sistem gambar berbasis computer (CAD sistem) pada dasarnya dibentuk untuk penggambaran yang bersifat teknis. Sistem ini menggunakan struktur data vektor untuk membentuk titik, garis, dan simbol grafis tertentu. Pemakaian data vektor dalam hal ini dimaksudkan bahwa sebuah titik didefinisikan dengan serangkaian koordinat spasial dan garis dibentuk oleh serangkaian titik yang berurutan. Beberapa dari data sistem informasi geografis dibentuk menggunakan struktur data vektor untuk penanganan data spasial dengan ditambahkan dengan sistem basis data serta kemampuan fungsional tertentu untuk analisis dan pemodelan. Dengan demikian sistem informasi geografis akan mengolah data dalam bentuk data vektor untuk pengolahan spasial, dan mengolah data dalam bentuk sistem basis data untuk pengolahan atribut (Bonham-carter, 1996).

Hubungan spasial antar feature dalam sistem informasi geografis dilakukan melaluii prosedur topologi. Topologi merupakan prosedur matematis untuk menentukan secara eksplisit hubungan spasial. Topologi menentukan hubungan diantara feature, mengidentifikasi poligon yang bersebelahan, dan dapat menentukan satu feature sebagai kumpulan dari feature lainnya. Dengan menggunakan topologi ini sejumlah data dapat disimpan secara lebih efisien, sehingga data tersebut dapat diproses dengan lebih cepat dengan memungkinkan jumlah data yang lebih besar. Dengan adanya hubungan topologi, pada data spasial dapat dilakukan fungsi analisis, seperti membuat model alur melalui garis yang berhubungan pada jaringan (nework), dapat mengkombinasikan polygon yang bersebelahan dengan karakteristik yang sama, dan mengoverlaykan feature geografis (anonym, 1999).

Jenis topologi yang dalam pengolahan spasial berupa topologi arc-node, topologi polygon-arc, dan topologi left-right. Pada topologi arc-node, garis (arc) terbentuk oleh titik-titik (vertex). Pada setiap akhir dariarc terdapat titik akhir yang disebut dengan node. Setiap arc memiliki arah dengan ditunjukkan oleh dua node yaitu from-node dan to-node. Arc hanya dapat dihubungkan pada titik node-nya. Dengan menelusuri nodenya dapat diketahui arc mana berhubungan dengan arc-arc lainnya. Pada topologi polygon-arc didapatkan bahwa polygon dibentuk oleh sekumpulan arc, bukan oleh kumpulan titik atau pasangan koordinat x,y. setiap arc yang membentuk polygon hanya disimpan satu kali saja sebagai daftar, walaupun arc tersebut membentuk polygon ynag berdampingan. Dengan cara ini data dapat disimpan secara efisien. Dengan menggunakan topologi left-right, dapat diketahui polygon-poligon mana yang berdampingan atau tidak berdampingan. Polygon berdampingan dapat diketahui oleh penggunaan arc umum. Arc umum adalah arc yang digunakan secara bersama-sama oleh dua polygon (anonym, 1999).

Pengolahan data vektor yang sering dilakukan untuk analisis spasial adalah overlay atau tumpang susun peta. Dalam penelitian pengkajian perubahan bentuk penggunaan disimpulkan bahwa metode overlay yang dilakukan dengan menumpangtindihkan peta bentuk penggunaan lahan tahun 1981 dan tahun 1987 ternyata cukup baik untuk memperoleh data perubahan bentuk penggunaan lahannya (saraswati, 1989).

Tumpang susun merupakan operasi spasial yang meng-overlay-kan satu coverage polygon ke dalam coverage polygon lainnya untuk membuat coverage polygon baru. Lokasi spasial dari setiap kumpulan poligon dan atribut poligonnya digabungkan untuk memperoleh hubungan data yang baru. Operasi overlay lainnya meliputi overlay garis pada polygon, dimana feature garis menerima atribut dari polygon dimana garis tersebut berada di dalamnya, dan overlay titik pada polygon, dimana feature titik menerima atribut polygon.

Operasi tumpang susun data spasial dalam sitem informasi geografis disertai dengan proses penggabungan data atribut dari data spasial. Data atribut yang berupa tabel dari kedua data spasial akan digabungkan menjadi satu tabel baru. Data yang ada pada kedua tabel atribut data spasial akan masuk pada tabel baru, sehingga tabel baru hasil proses overlay dapat memberikan informasi atribut tentang kedua data spasial yang dioverlaykan.

Proses pengolahan data spasial yang berupa tumpang susun peta dan pengolahan data atribut sering dilakukan oleh pra peneliti dengan cara bertahap (anggo: 2001, rumbiak: 1997, saraswati: 1989, prasetyo: 1989). Jika proses dilakukan dengan menggunakan program bantu, proses ini dilakukan dengan memanfaatkan menu-menu yang telah disediakan oleh berbagai software pengolah data spasial. Antara satu tahap pengolahan dengan tahap lain dilakukan secara interaktif dengan software yang digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar